Mahyudin Minta Sekolah Tanamkan Budaya Membaca Sejak Dini

oleh -25 Dilihat
oleh

READIN.ID – PENAJAM – Anggota Komisi I DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Mahyudin, menyoroti tantangan penurunan minat baca buku fisik di tengah pesatnya kemajuan era digital. Ia menilai rencana Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) PPU untuk menambah koleksi buku harus diimbangi dengan pendekatan yang sesuai perkembangan zaman.

“Itu hal yang bagus kalau seandainya perpus mengajukan penambahan buku. Ya hanya saja, memang harus berimbang. Karena sekarang ini sudah sistem digital, jadi keterbatasan,” ujar Mahyudin saat diwawancarai pada Rabu (25/6/2025).

Mahyudin menyoroti rendahnya minat baca masyarakat terhadap buku cetak akibat kemajuan teknologi. Menurutnya, munculnya aplikasi pencari informasi yang cepat seperti ChatGPT, Google Chrome, dan DuckDuckGo, membuat masyarakat cenderung enggan membaca buku fisik yang memerlukan pendalaman.

“Sekarang mau cari apapun jadi lebih mudah. Ada aplikasi, ChatGPT juga itu kan lebih memudahkan. Jadi karena itu orang enggan untuk membaca buku,” tambahnya.

Ia berharap penanaman minat baca sudah dapat dilakukan sejak usia dini. Menurutnya, sekolah harus menjadi titik awal bagi anak-anak untuk menumbuhkan budaya literasi.

“Harapan saya sendiri itu lebih banyak ditanamkan di sekolah-sekolah. Anak-anak ini kan harus ditanamkan dulu minat bacanya. Kalau sudah masuk usia tertentu dan tidak terbiasa, ya pasti makin berkurang,” jelasnya.

Dirinya menilai, pendidikan literasi idealnya dimulai sejak jenjang Taman Kanak-kanak (TK) atau Sekolah Dasar (SD). Meskipun pembelajaran di TK umumnya masih melalui gambar dan aktivitas bermain, ia menekankan pentingnya pengenalan buku sejak dini, meski hanya berupa gambar tanpa teks, untuk menarik minat anak-anak.

“Di TK itu kan anak-anak taunya bermain. Tapi kalau sudah dari dini ada pengenalan buku, itu bagus. Sekarang cerita-cerita anak juga banyak berubah. Kalau dulu kan dongeng binatang atau kisah yang punya pesan psikologis. Sekarang ceritanya banyak yang menarik tapi kurang mendidik,” tambahnya.

Ia mengingatkan bahwa kemudahan akses informasi digital bukan alasan untuk melupakan peran buku sebagai sarana pembentukan karakter dan imajinasi anak. Sistem digital dianggapnya menjadi salah satu penyebab hilangnya keberadaan buku secara perlahan dalam kehidupan sehari-hari.

“Saking termudahnya itu sekarang, jadi menghilangkan keberadaan buku. Sistem digital itu yang menggeser,” katanya.

Ia juga mengatakan, Buku adalah jendela dunia. Jangan biarkan jendela itu tertutup oleh layar. Kita tidak menolak kemajuan. Teknologi memang memberi banyak manfaat. Tapi jangan sampai itu membuat kita lupa bahwa buku berperan penting dalam membangun karakter dan memperdalam pemahaman.

“Buku mengajarkan kesabaran untuk menyimak, ketekunan untuk memahami, dan imajinasi untuk bermimpi. Nilai-nilai yang tak bisa digantikan hanya dengan menggulir layar dan mengetik kata kunci,” tutupnya.(*lov/adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *