READIN.ID – PENAJAM — Di tengah hiruk pikuknya Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), ada kisah yang menginspirasi dari seorang pria yang memilih jalan hidup untuk terus menebar manfaat. Namanya Nurdin, seorang Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratu Aji Putri Botung, PPU. Namun, jasanya tidak hanya terbatas pada tugasnya di rumah sakit. Selama bertahun-tahun, ia telah menjadi sosok yang dikenal luas karena niat tulusnya mengkhitan ribuan anak dari keluarga kurang mampu secara gratis.
“Hidup itu untuk bermanfaat, enggak perlu nunggu kaya dulu. Kalau cuma bisa matiin keran air di masjid biar enggak terbuang, lakukanlah, itu juga bagian dari manfaat. Kalau cuma bisa bersihin masjid, bersihkanlah, itu juga bermanfaat. Cara manusia berbeda-beda, yang terpenting adalah bermanfaat untuk orang lain,” tutur Nurdin dengan santai saat ditemui di kantornya pada Jumat (4/9/2025).
Niat baiknya ini sudah dimulai sejak 2007. Awalnya, ia bisa mengkhitan 20 hingga 30 anak dalam sebulan. Jumlah itu terus meningkat seiring berjalannya waktu. Memasuki 2015, rata-rata anak yang ia khitan setiap bulan mencapai 50 orang, bahkan kadang menembus 100 anak.
“Rezeki banyak, yang dibantu juga banyak. Kalau rezeki sedikit, ya sedikit juga yang dibantu. Karena semua peralatan dan obat-obatan saya siapkan sendiri,” ungkapnya.
Tidak hanya di PPU, nama Nurdin juga dikenal hingga ke Grogot, Kalimantan Timur. Ia sering mendapat panggilan dari berbagai daerah, sebuah bukti nyata bahwa niat baiknya telah menyebar luas.
Masa Kecil Penuh Perjuangan dan Pesan dari Orang Tua
Perjalanan Nurdin menjadi sosok yang dermawan tidak lepas dari pengalaman masa kecilnya yang penuh perjuangan. Pria kelahiran Nipah-nipah, 17 Januari 1970 ini merasakan betul bagaimana sulitnya hidup.
“Sama seperti orang lain, hidup saya juga susah. Kalau mau apa-apa harus diusahakan sendiri. Kadang jual ayam, kadang mencangkul untuk dapat penghasilan,” katanya.
Sejak lulus Sekolah Dasar (SD), Nurdin sudah tinggal di Panti Asuhan Manuntung di Gunung Pasir, Balikpapan, hingga ia menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Setelah lulus dari Sekolah Keperawatan Kesehatan (SBK) pada 1991, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan sambil menunggu Surat Keputusan (SK) penempatannya. SK itu akhirnya keluar, dan ia mengabdi di Bulungan, Kalimantan Utara, selama 15 tahun sejak 1992.
Pada 2007, Nurdin memutuskan untuk kembali ke PPU. Di sinilah, niatnya untuk terus berbuat baik semakin menguat, dan ia memulai program khitanan gratis yang kini dikenal banyak orang.
“Dari perjalanan selama ini, banyak hal yang bisa kita petik. Tujuan hidup ini untuk apa sebenarnya? Kalau hanya berguna untuk diri sendiri dan keluarga, sementara orang yang hidupnya susah kita lupakan, percuma. Mau sehebat apa pun kita, sekaya apa pun, kita tetap butuh orang lain. Di saat sakit, apalagi ketika kita sudah mati, kita pasti butuh orang lain,” ujarnya.
Ia menutup ceritanya dengan mengulang kembali pesan dari orang tuanya yang selalu ia pegang teguh, “Baik Hidup, Baik Mati. Jahat Hidup, Jahat Mati”.
Kekayaan Sejati Ada di Hati
Bagi Nurdin, kekayaan sejati tidak diukur dari harta benda, melainkan dari ketenangan hati dan kemampuan untuk berbagi. Ia berpesan agar setiap orang selalu mencari rezeki yang halal dan tidak memaksakan diri.
“Percuma kaya kalau hasilnya dari yang haram, kita enggak akan tenang. Lebih baik kita hidup sederhana, tapi kita bahagia, daripada bergelimang harta tapi hidup tidak tenang dan tenteram. Karena yang membuat kita kaya itu bukan harta, tapi hati,” pungkasnya.
Nurdin terus mengabdikan diri dengan niat yang tak pernah padam. Ia memberikan tawa dan tangis bahagia bagi orang-orang yang membutuhkan, membuktikan bahwa ketulusan hati akan selalu menemukan jalannya untuk menebar kebaikan.(*saf)






