READIN.ID – PENAJAM – Realisasi investasi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada tahun anggaran 2024 mencapai Rp 3,7 triliun, melampaui target awal sebesar Rp 2,6 triliun. Lonjakan ini diyakini merupakan dampak signifikan dari keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Namun, Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD PPU, Thohiron, mengingatkan adanya potensi penurunan nilai investasi ke depan. Hal ini disebabkan oleh delapan perusahaan yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Sepaku, namun masuk dalam kawasan IKN. Jika wilayah tersebut resmi lepas dari PPU, maka kontribusi investasi dari perusahaan-perusahaan itu tidak akan lagi tercatat untuk PPU.
“Realisasi investasi tahun ini luar biasa, mencapai Rp 3,7 triliun dari target Rp 2,6 triliun. Peningkatan ini mungkin dipengaruhi oleh kehadiran IKN,” ujar Thohiron, Rabu (21/5/2025).
Ia melanjutkan, “Kalau nanti IKN resmi pisah dengan PPU, maka ke delapan perusahaan itu tidak akan masuk dalam data kita lagi. Realisasi investasi pasti turun. Itu potensi yang harus diantisipasi.”
Untuk mengantisipasi potensi hilangnya investasi dari perusahaan di wilayah IKN, Thohiron menilai tidak ada solusi konkret selain memperkuat konektivitas dan kemudahan investasi di wilayah PPU sendiri.
“Kalau perusahaan itu diambil alih oleh IKN, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Solusinya ya kita harus mempermudah perizinan, memperluas koneksi, menjaga keamanan dan kondusifitas supaya investor tertarik masuk ke daerah kita,” tuturnya.
Terkait target investasi PPU tahun 2025 sebesar Rp 4,7 triliun yang disebutkan dalam data provinsi, Thohiron menilai target tersebut cukup berat jika wilayah Sepaku resmi dilepaskan ke IKN.
“Target itu hasil pembagian dari target provinsi Kalimantan Timur. Kalau Sepaku nanti lepas, ya jelas akan berat. Tapi selama belum lepas, datanya masih masuk wilayah kita,” ucapnya.
Dirinya juga menyoroti keterbatasan kewenangan daerah dalam perizinan akibat sistem perizinan terintegrasi secara nasional melalui Online Single Submission (OSS). Hal ini membuat daerah memiliki ruang terbatas dalam pengawasan dan penerbitan izin, terutama bagi usaha dengan risiko rendah.
“Perizinan sekarang banyak yang ditarik ke pusat. Untuk usaha berisiko rendah seperti Alfamidi atau Indomaret, cukup izin dari pusat. Daerah hanya mengiyakan,” pungkasnya.(*ara/adv)