READIN.ID – PENAJAM – Pno, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), menapaki karier kepegawaiannya dengan perjalanan hidup yang penuh liku. Berasal dari keluarga sederhana di Lamongan, Jawa Timur, ia merantau seorang diri ke Kalimantan Timur pada 1994, memulai segalanya dari nol sebagai cleaning service sebelum akhirnya menjadi pejabat.
Lahir di Lamongan, 17 Januari, Pitono adalah putra pertama pasangan Kanimun dan Djuarsih. Lulus dari STM PGRI Lamongan jurusan Mesin, ia memilih meninggalkan kampung halamannya di Desa Plaosan, Kecamatan Babat, yang ia sebut sebagai “kampung minus”.
“Kampung saya itu minus, jadi saya memutuskan merantau. Kalau di sana punya sawah sepetak saja sudah dianggap cukup, tapi bagi saya itu tidak menjamin masa depan,” kata Pitono, Rabu (1/10/2025).
Berbekal tekad merantau, ia tiba di Balikpapan pada 1994. Selama enam tahun, ia bekerja serabutan, termasuk sebagai cleaning service di SD Pertamina 4 dan SMP Parta Dharma 1. Di sela kesibukan kerja, ia tetap gigih melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Tridharma Balikpapan.
Membangun Karier di PPU
Perjalanan karier resminya dimulai ketika Kabupaten PPU terbentuk pada 2002. Pitono menjadi salah satu tenaga honorer angkatan pertama, bertugas di Bagian Humas dan Protokol (2002–2006) sambil bolak-balik Balikpapan-Penajam setiap minggu.
Pada 2006, ia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui formasi K2 dan mulai fokus di bidang hukum Pemkab PPU, menjabat Kasubag Bantuan Hukum & HAM (2009–2020), hingga akhirnya dipercaya sebagai Kepala Bagian Hukum PPU pada 2020. Di tengah pengabdiannya, ia juga menamatkan studi Magister Hukum di Universitas Balikpapan (2013).
Sebagai pejabat yang lama berkecimpung di bidang hukum, Pitono menghadapi berbagai tantangan. Kasus gugatan Izin Usaha Produksi (IUP) batubara pada periode 2015–2017 menjadi pengalaman paling berkesan dan menguras energi.
“Kasus tahun 2015 itu luar biasa menguras energi. Saya dituntut berpikir cepat dan tepat karena banyaknya konflik izin,” ungkapnya.
Perkara tumpang tindih izin tambang saat itu memicu puluhan gugatan hukum yang harus ia tangani dalam satu tahun. Ia menyebut, penyelesaian kasus tersebut terbantu oleh terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mencabut kewenangan daerah di bidang pertambangan.
Sokongan Istri dan Pelajaran Organisasi
Dalam meniti karier, Pitono didukung penuh sang istri, Ari Wigatiningrum, yang ia nikahi pada 2005. Ia mengakui sang istri menjadi penopang yang sabar, bahkan sering mengingatkan tentang ibadah di tengah padatnya pekerjaan.
Selain pendidikan formal, Pitono aktif di organisasi sejak mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Balikpapan dan Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Timur (KPMKT). Baginya, organisasi adalah ruang belajar kepemimpinan, komunikasi, dan menjaga kemandirian.
“Lewat organisasi saya belajar banyak hal. Dari sana saya paham arti relasi, pentingnya komunikasi, juga bagaimana membangun kepercayaan dan kemandirian,” ujarnya.
Mengenai masa depan, Pitono memilih menjalani karier dengan tenang, tanpa banyak target jabatan. Ia berpegang pada filosofi bahwa kepuasan sejati datang dari kemampuan menerima dan mensyukuri takdir.
“Kalau terlalu banyak bermimpi, ada konsekuensinya. Jadi saya jalani saja sesuai takdir,” ucapnya.
Filosofi hidupnya kini berpusat pada rasa puas sejati yang tidak diukur dari materi atau jabatan. Ia menjelaskan bahwa kepuasan seringkali diukur dari yang dirasakan oleh lidah atau dilihat oleh mata, padahal ukuran kepuasan yang sejati berasal dari otak, dari cara seseorang memaknai dan menerima hidupnya.
Pitono yang hingga kini masih bolak-balik Balikpapan-Penajam sejak 2002, telah menyiapkan rencana sederhana untuk masa pensiun. Ia berencana menetap di Petung, PPU, di rumah yang telah disiapkan, setelah anak pertamanya lulus kuliah.
Dari pengalamannya, ia berpesan kepada generasi muda PPU mengenai pentingnya keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual dalam membentuk pribadi yang utuh.
“Sekarang banyak anak muda yang kuat secara emosional dan intelektual, tapi sisi spiritualnya kurang seimbang,” tutupnya.
Pitono, berharap generasi muda PPU mampu memetik makna dari setiap langkah, layaknya perjalanan panjangnya dari seorang cleaning service hingga menjadi Kepala Bagian Hukum.(*lov)






