Kisah Rofiqul Ikhwan, Sekjen PMII yang Kini Mengabdi di Kemenag PPU

oleh -822 Dilihat
oleh
ROFIQUL IKHWAN

 

READIN.ID – PENAJAM – Perjalanan hidup seringkali penuh kejutan. Hal ini dialami oleh Rofiqul Ikhwan, pria kelahiran Palembang tahun 1975, yang kini menjabat sebagai Kepala Seksi Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam (Pakis) di Kementerian Agama (Kemenag) Penajam Paser Utara (PPU). Ia tak pernah menduga akan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengingat latar belakangnya yang kental dengan gerakan mahasiswa.

Rofiqul adalah mantan Sekretaris Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yogyakarta, sebuah organisasi yang dikenal kritis terhadap pemerintah. Dunia pergerakan mahasiswa yang ia geluti terasa jauh dari birokrasi pemerintahan.

“Seperti kebanyakan orang, kehidupan seseorang tidak pernah ada yang menduga. Saya sama sekali tidak terpikirkan akan menjadi PNS di masa yang akan datang, apalagi saya ikut dalam gerakan mahasiswa yang cenderung jauh dari dunia pemerintahan,” ujar Rofiqul Ikhwan saat ditemui di kantor Kemenag, Kamis (25/9/2025).

Setelah menamatkan pendidikan di UIN Yogyakarta, Rofiqul sempat luntang-lantung di Jakarta. Di tengah ketidakpastian itu, nasib baik mendatanginya melalui cara yang tak terduga: keisengan seorang teman.

“Pada saat itu saya masih ada di Jakarta. Kemudian ada teman iseng-iseng saja mendaftarkan dengan mengambil beberapa dokumen yang saya miliki di kos-kosan, dan ternyata diterima. Akhirnya saya terima,” ungkapnya.

Ia diterima sebagai PNS Kemenag pada tahun 2005. Setahun kemudian, ia memboyong anak dan istrinya untuk tinggal di PPU. Awal karirnya dimulai di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Waru, sebelum akhirnya ditarik ke Kemenag PPU, sekitar 15 tahun lalu.

Sebagai Kepala Seksi Pakis, Rofiqul kini membidangi urusan kepesantrenan dan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di PPU. Posisi yang telah ia jalani selama lebih dari delapan tahun.

Masa Canggung Seorang Aktivis di Lingkungan Birokrasi

Keputusan menjadi PNS sempat menimbulkan keganjalan baginya, bahkan kecanggungan selama setahun pertama. Karakter mahasiswa pergerakan yang cenderung bebas dan tidak terikat, berbenturan dengan sistem PNS yang segala sesuatunya terjadwal.

“Dulu, status PNS itu agak tabu bagi mahasiswa. Karena mahasiswa menganggap pemerintah harus terus diwaspadai dan diperhatikan karena seringkali korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan. Itu yang akhirnya menjadi keganjalan ketika melihat saya menjadi PNS,” katanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dan beradaptasi. Bahkan, teman-teman seperjuangannya masih banyak yang tak menyangka ia kini menjadi bagian dari pemerintahan.

Meskipun kini menjadi abdi negara, Rofiqul tidak memandang duka dalam perjalanannya sebagai sesuatu yang berat. Ia menganggap tantangan seperti gaji yang kurang atau fasilitas yang tidak memadai sebagai bagian dari perjalanan hidup.

“Hidup itu sebuah perjalanan yang tidak harus menjadi drama, akan tetapi dijalani dengan semestinya,” ujarnya.

Namun, satu hal yang kini menjadi perhatiannya adalah karakter PNS. Ia berharap karakter PNS diubah agar tidak menciptakan jarak dengan masyarakat.

“Terkadang PNS jika sudah diangkat, karakternya berbeda. Hal ini yang menurut saya perlu diubah. Saya berharap agar PNS yang ada bisa bersikap selayaknya manusia biasa yang tidak memiliki jarak terhadap manusia yang lain,” harapnya.

Kenangan Masa Kecil dan Pesan untuk Generasi Gadget

Mengingat masa lalunya, Rofiqul mengenang masa kecilnya di Palembang dengan indah. Saat itu, ia menempuh pendidikan ganda: Sekolah Dasar (SD) pada pagi hari dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada sore hari, hingga kelas lima sebelum pindah ke Jawa.

Ia menyebut generasi masa kecilnya sebagai generasi yang beruntung. “Kesempatan untuk bermain, berinteraksi dengan alam, sampai bekerja juga tidak terasa berat karena bekerjanya juga sambil bermain pada saat itu. Itu menjadi hal yang sangat menyenangkan,” katanya.

Rofiqul prihatin dengan kondisi anak-anak saat ini yang didominasi oleh gawai (gadget), sehingga jenis permainan di luar ruangan semakin sedikit.

“Saya berpesan agar anak-anak zaman sekarang dapat menyeimbangkan waktu bermain dengan gawai dan tanpa gawai, demi menciptakan pengalaman masa kecil yang indah,” tutupnya.(*saf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *