Sosok Bachtiar Latief, Dari Proyek Konstruksi hingga Mengelola Data Kependudukan di PPU

oleh -71 Dilihat
oleh

READIN.ID – PENAJAM – Perjalanan hidup seseorang tak pernah bisa ditebak. Begitu pula dengan Bachtiar Latief, Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Ia lahir dari keluarga Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun justru bermimpi menjadi seorang pekerja di bidang konstruksi.

Siapa sangka, mimpi yang terwujud itu justru mengantarnya kembali ke jalan yang pernah ia hindari dengan menjadi abdi negara, mengikuti jejak kedua orang tuanya. Dari Makassar ke PPU, dari tukang insinyur bangunan kini ia mengabdi untuk melayani masyarakat di tengah pesatnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Bachtiar tumbuh di Makassar, Sulawesi Selatan. Lahir 1 Agustus 1980, ia adalah anak sulung dari dua bersaudara. Lingkungan keluarga PNS yang serba disiplin membentuknya, tetapi cita-citanya justru jauh dari kantor birokrasi. Ia memilih menempuh pendidikan di STM Pembangunan (kini SMK 5 Makassar) jurusan Bangunan Sipil, dan melanjutkan studi ke Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, jurusan Teknik Sipil.

“PNS bukan impian masa kecil saya. Mungkin nularnya dari orang tua, jadi abdi negara juga,” kata Bachtiar.

Jalan yang ia pilih memang penuh lika-liku. Sejak semester enam, ia sudah terjun ke dunia konstruksi. Ia sempat vakum dari bangku kuliah selama tiga tahun demi bekerja. Pengalaman ini membentuknya menjadi pribadi yang tangguh.

“Jadi sembilan tahun itu kalau dihitung, praktis cuma lima tahun murni kuliah. Sisanya saya habiskan di dunia konstruksi, kerja sambil kuliah,” ujarnya.

Sebelum menjadi abdi negara, ia menjelajahi dunia swasta sebagai konsultan dan kontraktor. Ia terlibat dalam berbagai proyek pembangunan, termasuk di Sulawesi Barat dan Kota Parepare. Pengalaman ini memberinya wawasan luas tentang infrastruktur dan pembangunan.

Menjadi Abdi Negara di PPU

Pada 2009, ia merantau ke Kalimantan Timur. Di PPU, ia kembali bekerja sebagai konsultan. Setahun kemudian, ia mencoba peruntungan mendaftar Calon PNS, namun gagal. Kegagalan tak membuatnya patah semangat. Pada 2011, ia kembali mendaftar dan berhasil. Penempatan pertamanya sesuai latar belakangnya di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten PPU.

Selama hampir sepuluh tahun (2011–2019), ia mengabdi di ranah konstruksi dalam lingkup birokrasi. Kariernya terus menanjak, dari staf teknis hingga dipercaya memimpin Seksi Irigasi dan Sungai.

Setelah itu, Bachtiar sempat dimutasi ke Dinas Perhubungan (Dishub) PPU, menjabat Kepala Seksi Pemanduan Moda dan Teknologi Perhubungan. Pengalaman ini semakin memperkaya ilmunya, terutama tentang teknologi transportasi.

Menjelang akhir 2023, ia mendapatkan tantangan baru. Ia ditunjuk menjadi Kepala Bidang PIAK Dukcapil PPU. Ini adalah tugas yang sangat berbeda dari bidang teknis yang ia geluti selama ini, namun ia menerimanya dengan penuh tanggung jawab.

“Jika kamu mendapati persoalan atau masalah, jangan menghindar. Hadapi, dan pastikan selesai,” ucapnya, mengutip filosofi hidup yang dipegangnya sejak lama.

Bagi Bachtiar, pekerjaan adalah amanah yang harus dijalankan dengan sepenuh hati. Prinsip ini membuatnya bisa menghadapi setiap tantangan dengan tenang. Ketenangan menjadi tolok ukur keberhasilan baginya, bukan sekadar pangkat atau jabatan.

“Karena ketenangan itu susah didapatkan,” jelasnya.

Di tengah kesibukannya, Bachtiar adalah sosok ayah dan suami yang hangat. Ia menikahi Nina Wulandari, teman kuliahnya. Dari pernikahan yang telah berjalan lebih dari satu dekade ini, mereka dikaruniai tiga anak. Bachtiar menanamkan nilai agama dan adab sebagai fondasi utama dalam mendidik anak-anaknya.

Selama kariernya, ia bersyukur tidak pernah mengalami momen duka yang berarti. Ia menganggap panggilan klarifikasi dari aparat penegak hukum sebagai bagian dari dinamika pekerjaan. Bachtiar menemukan kepuasan terbesarnya dalam melayani masyarakat.

“Kalau kita bisa menyelesaikan apa yang mereka inginkan, apalagi yang datang jauh-jauh, ada kesenangan tersendiri bagi kami,” ungkapnya.

Bachtiar juga menyampaikan keprihatinannya terhadap generasi muda. Ia melihat mereka cepat menguasai teknologi dan pekerjaan, namun sering kali kurang disiplin dan mentalnya rapuh, yang ia istilahkan sebagai ‘generasi strawberry’. Ia berharap, anak-anak muda bisa memperkuat mental, disiplin, dan ketelitian.

Perjalanan hidup Bachtiar Latief adalah bukti nyata bahwa pengabdian bisa ditemukan di berbagai jalan. Dari dunia konstruksi hingga birokrasi, dari Makassar ke Penajam Paser Utara yang menjadi titik sentral IKN, ia terus melangkah dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab.(*lov)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *