Pengabdian Andi Singkerru, Sosok di Balik Kemajuan Pendidikan PPU

oleh -13 Dilihat
oleh

READIN.ID – PENAJAM – Nama Dr. H. Andi Singkerru, M.AP. mungkin sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Penajam Paser Utara (PPU). Sosok yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) PPU ini telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk dunia pendidikan. Namun, siapa sangka, perjalanan panjang yang penuh integritas ini berawal dari sebuah kota kecil di Barru, Sulawesi Selatan.

Lahir di Barru pada 2 April 1967, Andi Singkerru tumbuh dalam lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi disiplin dan pendidikan. Ayahnya, Bachruddin, adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bidang keuangan, sementara sang ibu, Andi Halimah, setia mendampingi keluarga.

“Saya anak ketiga dari enam bersaudara. Sebagian besar juga jadi PNS. Sejak kecil kami dibiasakan hidup disiplin,” ungkapnya saat ditemui.

Prinsip pentingnya pendidikan ia bawa hingga kini, bahkan menjadi nilai yang ia tanamkan dalam keluarganya sendiri. Baginya, pendidikan adalah pondasi hidup yang tak boleh ditinggalkan.

“Saya tak pernah membatasi istri dalam hal pendidikan. Justru makin tinggi pendidikannya, makin banyak hal yang bisa kami diskusikan di rumah,” ujarnya.

Merantau dan Mandiri Melalui Ilmu

Perjalanan akademis Andi dimulai dari SD Negeri 1 Barru (1975-1981), dilanjutkan ke SMP Negeri 1 Barru (1981-1984), dan menamatkan SMA di SMAN 1 Barru pada 1987. Setelah lulus, ia memutuskan merantau ke Makassar (dulu Ujung Pandang) dan mendaftar di IKIP Ujung Pandang (kini Universitas Negeri Makassar), jurusan pendidikan.

Sebagai mahasiswa rantau, Andi menghadapi tantangan ekonomi. Uang kiriman orang tua hanya Rp 100.000 per bulan. Untuk bertahan hidup, ia mencari berbagai cara mandiri. Perpustakaan menjadi tempat favoritnya. Sepulang kuliah, ia selalu menyempatkan diri membaca skripsi lama, mencermati gaya penulisan dan alur argumen. Kebiasaan inilah yang mengasah kemampuannya dalam menulis.

“Saya belajar dari yang sudah jadi, lalu menulis bersih setelah yakin benar-benar paham,” ucapnya.

Kemampuan menulisnya ia gunakan untuk membantu teman-teman membuat skripsi, menyalin ulang makalah, hingga menulis ulang karya ilmiah.

“Dari satu skripsi saya bisa dapat Rp 350.000. Itu cukup banget buat makan dan bayar kos. Dengan itu juga saya belajar dapat ilmu tapi sambil bekerja juga dapat uang,” tuturnya.

Salah satu pengalaman berkesan adalah ketika ia membantu mahasiswi dari jurusan lain menyelesaikan skripsi dalam waktu satu bulan. Mahasiswi itu datang membawa sekotak susu, makanan, dan hadiah kecil sebagai tanda terima kasih.

“Saya tahu saat itu saya bukan siapa-siapa. Tapi ternyata ilmu saya sangat luar biasa untuk bisa menyelesaikan skripsi dalam waktu sebulan itu,” ujarnya. Kebiasaan menulis dan membaca itu akhirnya membentuk karakternya sebagai pribadi yang selalu haus akan ilmu.

Setelah lulus pada tahun 1992, Andi Singkerru diterima mengajar di SMA Negeri 1 Tanjung Redeb, Berau. Lima tahun mengabdi, ia pindah ke SMA Negeri 1 Tanah Grogot. Titik balik penting terjadi pada tahun 2002, saat PPU resmi menjadi daerah otonom. Andi Singkerru menjadi bagian dari formasi awal pemerintahan dan dipercaya masuk ke jajaran struktural sebagai Kepala Seksi Sarana dan Prasarana (Kasi Sapras) SD di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga.

Meski telah aktif di pemerintahan, semangat belajarnya tak padam. Pada tahun yang sama, ia melanjutkan studi Magister Administrasi Publik di Universitas Brawijaya Malang, dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2004. Kariernya terus menanjak, selaras dengan pendidikannya. Ia pernah menjabat Kabid Pendidikan Dasar (2007-2008), Kabid Sarana Prasarana (2008-2011), Kabid Dikmen (2011-2012), hingga Kabid Sosbud di Bappeda.

Pada tahun 2014, ia dipercaya sebagai Sekretaris Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, lalu menjabat Sekretaris DPRD selama enam tahun hingga 2023. Menariknya, jabatan Kepala Dinas Pendidikan pernah ia tolak dua kali.

“Saya pernah dua kali ditawari jadi Kadisdik oleh Pak Andi Harahap saat usia saya masih 36 atau 38 tahun. Tapi saya tolak. Bukan karena tidak ingin, tapi karena saya tahu saya belum cukup matang. Saya masih mudah terbawa emosi. Saya tidak ingin jabatan datang karena ambisi. Saya ingin jadi pemimpin yang benar-benar siap,” jelasnya.

Barulah pada tahun 2024, setelah melalui lelang jabatan secara terbuka, ia resmi dilantik menjadi Kepala Disdikpora PPU. Amanah itu diterimanya bukan karena diminta, tapi karena ia merasa inilah saatnya mengabdi lebih luas dengan seluruh pengalaman yang telah ia kumpulkan selama puluhan tahun. Puncaknya, ia menyelesaikan studi doktoralnya (S3) di Universitas Islam Nusantara Bandung pada tahun 2019, dengan fokus pada pengabdian publik dan manajemen pemerintahan.

Tantangan Pendidikan dan Dukungan Keluarga

Sebagai Kepala Disdikpora, Andi dihadapkan pada berbagai tantangan, salah satunya kekurangan guru di jenjang SD dan SMP. Untuk menutup kebutuhan itu, ia mengandalkan skema Pengadaan Jasa Layanan Perorangan (PJLP) sebagai solusi jangka pendek, sembari berharap ada regulasi jangka panjang yang lebih berpihak.

Sejak dilantik, berbagai langkah konkret telah ia dorong, seperti pembangunan Kantor Disdikpora PPU yang lebih representatif dan penandatanganan MoU dengan Universitas Nahdlatul Ulama Samarinda melalui Program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) untuk membantu guru memenuhi kualifikasi S1. Ia juga mencermati pesatnya digitalisasi pendidikan, baik dari sisi infrastruktur maupun kesiapan sumber daya manusia.

“Akses internet kini sudah menjangkau hampir seluruh desa. Digitalisasi pembelajaran sudah berjalan, dan kualitas guru kita terus meningkat. Banyak yang sudah S1, S2, bahkan S3,” tuturnya.

Meski demikian, tantangan keterbatasan Ruang Kelas Baru (RKB) masih menjadi fokus, mendorongnya untuk melibatkan sekolah swasta dalam pemerataan akses pendidikan di PPU.

Di balik setiap kebijakan dan langkahnya, ada satu sumber kekuatan yang tak tergantikan: keluarga. Sang istri—yang juga kepala sekolah—bukan hanya pendamping hidup, tapi juga sahabat pemikir.

“Kami saling memberi semangat. Di rumah, kami ingin memberi contoh bahwa pendidikan bukan cuma soal profesi, tapi soal cara hidup,” ujarnya.

Dikaruniai empat anak, Andi dan istri memberi ruang bagi anak-anak mereka untuk tumbuh sesuai minat dan pilihan, asalkan bertanggung jawab.

Integritas dan Pesan untuk Generasi Muda

Meski memikul jabatan tinggi, Andi berusaha menjaga keseimbangan hidup. Ia tak membawa urusan kantor ke rumah, memilih berkebun dan menyiram tanaman sebagai cara melepas penat.

“Rumah itu tempat pulang. Tempat kita kembali menjadi manusia biasa. Kalau bisa ditinggal di kantor, jangan bawa pulang,” ucapnya.

Dalam menjalani setiap amanah, ia memegang teguh satu nilai. Yaitu, jabatan bukanlah tujuan, melainkan titipan.

“Saat kita dilantik, kita bersumpah. Dan sumpah itu bukan formalitas. Itu janji yang akan dimintai pertanggungjawabannya nanti di dunia maupun akhirat,” tegasnya.

Ada satu kisah yang selalu membekas dalam benaknya, dari pamannya tentang seorang tenaga ahli asal Inggris di kilang minyak Marangkayu. Ketika terjadi semburan api, pria itu justru balik arah untuk menutup katup sebelum menyelamatkan diri. Ketika ditanya alasannya, ia menjawab: “Because I carry my country on my saddle.”

Kalimat itu kini menjadi prinsip hidup Andi Singkerru. Ia sadar, di setiap langkah, ia bukan hanya membawa nama dirinya sendiri tetapi juga nama baik keluarga, institusi, dan bangsanya.

Kepada generasi muda, Andi menitipkan pesan sederhana. Jadilah pribadi yang adaptif, berkarakter kuat, dan tak pernah berhenti belajar.

“Kuasai digitalisasi, perkuat komitmen, jaga etos kerja. Jangan hanya cerdas, tapi juga punya integritas. Karena masa depan bangsa ini ada di tangan kalian,” pungkasnya.

Kelak, ketika masa pensiunnya tiba pada tahun 2027, Andi berharap tongkat estafet kepemimpinan telah siap berpindah tangan kepada mereka yang lebih segar, lebih energik, dan lebih visioner. Ia percaya, keberlanjutan itu penting, bahwa perjalanan sebuah institusi tidak boleh berhenti pada satu nama, tetapi harus terus bergerak maju demi pendidikan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih berdampak bagi masyarakat.(*lov)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *