Bukan Cita-cita, tapi Panggilan Pengabdian, Kisah Andi Iskandar Hamala Menuju Kursi Rakyat

oleh -75 Dilihat
oleh

READIN.ID – PENAJAM – Tak semua perjalanan hidup dimulai dengan cita-cita yang terencana. Bagi Andi Iskandar Hamala, langkahnya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bukanlah bagian dari peta hidup yang ia susun sejak awal. Siapa sangka, menjadi wakil rakyat justru bukan mimpinya. Namun, dorongan masyarakat dan keinginan untuk memberi manfaatlah yang pada akhirnya membawanya ke sana.

“Kursi DPRD tidak pernah ada dalam cita-cita saya. Tapi dorongan masyarakat dan keinginan untuk bermanfaatlah yang membawa saya ke sini,” ujar Andi Hamala.

Semuanya bermula dari satu hal, dorongan masyarakat. Ketika masyarakat mulai menaruh harapan padanya, ia pun memberanikan diri melangkah. Baginya, selama tujuannya baik dan jalannya adalah pengabdian, maka ia akan menjalaninya. Terlebih saat memasuki masa pensiun dari karier birokrasinya, ia merasa masih ingin terus memberi manfaat bagi banyak orang. Mungkin, menurutnya, kursi legislatif adalah jalan yang telah ditakdirkan dan dorongan masyarakat menjadi peneguh langkah itu.

“Saya masih pegawai waktu ditawari jadi anggota DPRD. Bahkan sejak saya masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perindagkop, masyarakat sudah menyampaikan harapan, ‘Nanti kalau sudah pensiun, Pak masuk DPRD, ya.’ Padahal saya enggak pernah merencanakan itu,” kenangnya.

Pendidikan sebagai Fondasi dan Semangat Kemandirian

Pria kelahiran Makassar yang dibesarkan di Kalimantan Timur ini berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang tentara, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga. Meski tumbuh dalam lingkungan militer, kehidupan mereka jauh dari kata berkecukupan. Sejak kecil, ia tak pernah memiliki mimpi yang muluk-muluk. Cita-citanya hanya satu, bisa terus bersekolah.

“Saya ini anak kolong, anak tentara. Tapi hidup kami tetap susah. Dulu beda dengan sekarang. Walaupun orang tua tentara, kami hidup pas-pasan. Cita-cita saya waktu itu cuma satu, bisa bersekolah, itu saja,” kenang Andi.

Baginya, pendidikan adalah fondasi utama untuk menjadi pribadi yang dihargai. Lewat pendidikan, seseorang dapat mengangkat derajat keluarga dan mendapatkan tempat di mata masyarakat.

Kesulitan tak menjadi alasannya untuk menyerah. Di masa remaja, ia memilih untuk bersekolah sambil berjualan. “Apa aja saya jual. Pernah saya jual mangga di Petung, juga di Waru. Yang penting bisa terus sekolah tanpa membebani. Saya hanya ingin mandiri, itu saja,” ujarnya, mengenang perjuangannya di masa-masa sulit.

Semangat untuk hidup mandiri terus ia bawa hingga dewasa. Dengan bekal disiplin dan kejujuran, nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuanya, terutama sang kakek sejak kecil menjadikan ia tumbuh menjadi pribadi yang gigih, penuh motivasi untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi banyak orang, dan tak pernah meninggalkan kewajiban salat.

“Prinsip yang saya tanamkan adalah kedisiplinan, kejujuran, dan taat pada nasihat orang tua, itu yang paling penting. Terutama kakek saya, beliau selalu mengingatkan agar saya bisa bermanfaat bagi orang lain dan tidak meninggalkan salat, karena salat itu mengajarkan kedisiplinan yang luar biasa,” tegasnya, mengenang masa-masa saat sang kakek kerap memberi nasihat yang menjadi penerang dalam hidupnya.

 

Dari Birokrat Menjadi Wakil Rakyat Dua Periode

Sebelumnya, Andi meniti karier birokrasi hingga dipercaya memimpin beberapa posisi penting, salah satunya sebagai Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Perindagkop). Ia juga pernah mengemban amanah sebagai Camat, di mana namanya dikenal luas dan dihormati masyarakat karena sifatnya yang cepat beradaptasi, ringan tangan, dan menjadikan kedekatan dengan warga sebagai fondasi utama dalam membangun pemerintahan yang berpihak pada rakyat.

Namun lagi-lagi, takdir membawanya lebih jauh. Dorongan masyarakat semakin kuat. Meski tak pernah bermimpi menjadi anggota dewan, ia memilih untuk mengabdi lebih luas melalui jalur legislatif.

“Alhamdulillah, sekarang saya sudah dua periode di DPRD. Bukan karena saya kejar jabatan itu, tapi karena masyarakat yang mendorong. Dan saya ingin buktikan bahwa dorongan itu tidak salah,” kata Andi.

Menjadi anggota dewan bagi Andi Iskandar bukan soal kekuasaan, melainkan jalan pengabdian tentang bagaimana ia bisa menjadi jembatan aspirasi masyarakat. Melalui pokok-pokok pikiran (pokir), ia terus berupaya memperjuangkan kebutuhan warga, terutama kelompok tani dan nelayan.

“Kalau ada permintaan dari kelompok tani atau nelayan, kita bantu lewat pokir yang saya peroleh. Alhamdulillah, banyak yang berhasil. Itu yang saya harapkan dengan membantu mereka, ada kepuasan tersendiri,” ungkapnya.

Meski begitu, ia tak ingin masyarakat terlena dengan bantuan. Menurutnya, bantuan hanyalah langkah awal. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana masyarakat bisa melanjutkan perjuangan itu secara mandiri, tanpa selalu menunggu uluran tangan pemerintah.

“Tapi saya juga selalu sampaikan, masyarakat harus mandiri. Jangan terus-menerus berharap pada bantuan pemerintah,” ujarnya.

“Agama juga menganjurkan kita untuk bermanfaat bagi sesama. Jadi di mana pun posisi saya ditempatkan, prinsip saya tetap, hadir untuk masyarakat,” lanjutnya.

Baginya, nilai-nilai agama menjadi pijakan dalam setiap langkah. Tak hanya Islam, semua agama mengajarkan kebaikan, dan salah satu bentuk kebaikan adalah menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama. Prinsip itu yang selalu ia pegang teguh. Andi Iskandar pun menanamkan kedisiplinan dalam hidupnya, salah satunya melalui ibadah salat. Ia percaya, salat mengajarkan keteraturan dan ketepatan waktu, sesuatu yang ia terapkan juga di tengah padatnya aktivitas. Di balik semua perannya, ia tetap menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai kompas dalam menjalani tanggung jawabnya kepada masyarakat.

Di akhir perbincangan, ia menyampaikan pesan bagi generasi muda dengan suara mantap, namun penuh harapan.

“Belajarlah sungguh-sungguh. Jadikan ilmu sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ciptakan lapangan kerja sendiri, jangan terus bergantung pada pemerintah. Berusahalah untuk mandiri,” ujarnya sambil mengepalkan tangan, menyampaikan harapan tulusnya kepada generasi muda, anak-anak bangsa yang akan menjadi penerus negeri.

Dari kisahnya, kita belajar bahwa hidup bukan sekadar soal meraih apa yang kita inginkan. Kadang, kehidupan justru membawa kita ke jalan yang tak pernah direncanakan. Namun penuh makna. Andi Iskandar Hamala hadir bukan sekadar sebagai anggota dewan, melainkan sebagai wujud nyata dari harapan masyarakat, seorang pemimpin yang mau mendengar, memahami, dan bertindak.

Mewakili suara rakyat dan mewujudkan satu per satu harapan mereka menjadi kepuasan tersendiri baginya. Ia merasa benar-benar berguna di tengah masyarakat, mampu membawa perubahan dalam kehidupan mereka hanya lewat satu suara yang ia perjuangkan.

Andi Iskandar berharap, perjuangan ini tak berhenti di dirinya. Ia ingin generasi penerus bangsa kelak bisa melanjutkan jejak pengabdian yang tulus dalam mendengar, merespons, dan menghadirkan solusi. Bukan sekadar janji, tapi tindakan nyata. Harapannya, Indonesia yang cemas bisa berubah menjadi Indonesia yang emas.(*lov)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *